Nenek berusia 92 tahun, Saulina boru Sitorus alias Oppu Linda, divonis hukuman penjara satu bulan 14 hari oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Balige, Tobasamosir, Sumatera Utara, Senin |
Entah apa yang ada dalam pikiran Saulina Boru Sitorus alias Oppu Linda. Nenek 92 tahun itu hanya bisa menangis ketika ketua majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Balige, Toba Samosir, Sumatera Utara membacakan vonis terhadap dirinya yang dihukum penjara satu bulan 14 hari.
“Menurut kami, terdakwa harus menjalani hukuman satu bulan 14 hari,” ujar Marshal Tarigan selaku hakim ketua, lalu mengetuk palu sidang.
Kasus yang menjadikan perempuan uzur itu terdakwa menyedot perhatian masyarakat Balige. Banyak yang menaruh simpati kepada sang nenek lantaran fisiknya sudah tidak terlalu kuat. Saat berjalan, Oppu Linda harus dibantu sebatang tongkat.
Nenek berusia 92 tahun, Saulina boru Sitorus alias Oppu Linda, divonis hukuman penjara satu bulan 14 hari oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Balige, Tobasamosir, Sumatera Utara, Senin |
Kasusnya juga sepele. Oppu Linda hanya menyuruh anak-anaknya menebang pohon durian yang dianggap mengganggu pembangunan tambak atau makam leluhur mereka. Pohon durian tersebut berada di Dusun Panamean, Desa Sampuara, Kecamatan Uluan, Kabupaten Toba Samosir. Di luar dugaan, penebangan pohon itu membuat saudaranya sendiri, Japaya Sitorus, 70, marah dan merasa dirugikan. Keluarga Oppu Linda akhirnya dilaporkan kepada polisi.
Berdasar keterangan di pengadilan, Oppu Linda dan anak-anaknya pernah meminta maaf kepada Japaya. Namun, pihak penggugat malah meminta uang ganti rugi hingga ratusan juta rupiah. Keluarga Oppu Linda tidak sanggup membayar dan terpaksa menghadapi proses hukum.
Selasa pekan lalu , enam anak Oppu Linda dijatuhi hukuman penjara empat bulan sepuluh hari, dipotong masa tahanan. Mereka adalah Marbun Naiborhu, 46; Bilson Naiborhu, 60; Hotler Naiborhu, 52; Luster Naiborhu, 62; Maston Naiborhu, 47; dan Jisman Naiborhu, 45.
Boy Raja Marpaung, kuasa hukum Saulina, mengaku kecewa karena hakim tidak mengindahkan pembelaan atau pleidoi pada sidang sebelumnya. Hakim juga dinilai terlalu mudah menyatakan bahwa Japaya adalah pemilik pohon durian yang ditebang. Apalagi hanya dengan keterangan saksi yang notabene anak dan istri Japaya. ”Banyak saksi yang rumahnya berdekatan dengan lokasi menyatakan tidak pernah melihat Japaya menanam dan memanen hasil tanaman yang menjadi barang bukti kasus,” ujarnya.