Kisah Pilu Anak Yatim Diusir hingga Terpaksa Tinggal di Gubuk Bolong


 

Jumatul Akbar harus menjalani getirnya hidup di usia masih amat muda, yakni 11 tahun. Begitu ayahnya meninggal karena sakit maag kronis, salah satu kerabat almarhum mengambil paksa rumah dan langsung mengusir Akbar, ibu dan dua adiknya yang masih kecil.


Kisah Akbar ini tertuang dalam halaman lembaga sosial tingkat nasional, Rumah Yatim.org. Dikisahkan, Akbar dan keluarga sempat menggelandang dan tidak tahu harus harus bernaung.


Semasa hidup, ayah Akbar bekerja serabutan. Bahkan lebih banyak menganggur karena bekal pendidikan yang minim dan tidak punya keterampilan bekerja lainnya selain mengandalkan tenaga.


"Ayah Akbar sering menganggur, penghasilan kerja serabutan terkadang tak mencukupi kebutuhan keluarga Akbar," tulis halaman tersebut dikutip IDN Times, Selasa (9/3/2021).


1. Akbar dan keluarga tinggal di gubuk pemilik kebun


Di tengah kebingungan, akhirnya ibu Akbar memutuskan untuk pulang kembali ke rumah nenek Akbar agar tiga anak yatimnya tidak terlantar di jalanan


Rumah nenek Akbar terletak persis di kaki Bukit Sekotong, Lombok. Rumah nenek Akbar bukan rumah milik sendiri, melainkan rumah pemilik kebun yang mempekerjakan nenek untuk mengurus kebun tersebut.


2. Sering kali Akbar dan dua adiknya tidur dalam kondisi kedinginan

Rumah yang berukuran 3x4 meter ini lebih layak disebut gubuk. Dinding terbuat dari bilik bambu seadanya, atapnya hanya ditutupi terpal yang sudah mulai bolong.


Tak jarang Akbar dan dua adiknya tidur dalam kondisi kedinginan dan jika hujan badan mereka basah kuyup. 


"Dibilang jauh dari kata layak huni bukan perkara mudah bagi Akbar sendiri untuk bisa berpisah dengan keluarga," tulis Rumah Yatim.


3. Ibu Akbar sosok perempuan tangguh

Bagi Akbar sosok ibunya benar-benar ibu yang tangguh. Selain dua adiknya, ibunya Akbar harus menanggung biaya hidup neneknya yang sering sakit-sakitan. Segala pekerjaan dilakukan oleh ibunya. Mulai dari menjadi seorang pembantu rumah tangga, sampai menjadi buruh bangunan bahkan menjadi buruh pemecah batu selayaknya seorang laki-laki.


Saat bekerja menjadi pemecah batu, ibunda Akbar harus menggunakan palu besar yang beratnya 5 sampai 7 kilogram.


4. Akbar bercita-cita menjadi ulama besar

Lagi-lagi ujian datang kembali menimpa Akbar dan keluarganya. Pemilik kebun mengusir nenek Akbar karena alasan nenek Akbar sudah tak mampu bekerja lagi. Dalam kondisi bingung harus ke mana lagi bernaung, ada tetangga baik hati yang menawarkan tempat tinggal bagi Akbar, ibu, dua adiknya dan sang nenek.


Berat bagi Akbar menjalani konflik hidup yang harus dialami. Anak seusia Akbar, harus melewatkan masa-masa indah bermain dengan teman-teman. Bagi Akbar, ada yang lebih penting dari sekadar memenuhi kesenangan hatinya.


Akbar sangat ingin membantu ibunya bekerja. Akbar juga ingin mengejar cita-citanya menjadi ulama besar dan menghafal 30 Juz Al-Quran.


Kini akbar tinggal di Asrama Mataram. Ia ingin meringankan beban ibunya dan mengejar cita-citanya jadi ulama. Meskipun berat harus berpisah dari ibu, adik-adik dan neneknya. Akbar selalu memikirkan nasib ibu, adik dan neneknya, khawatir jika tiba-jika mereka harus pindah lagi.

Menyalinkode AMP